ISU UTARA-SELATAN DALAM PUSARAN PEMILUKADA PESSEL 2020


OLEH : HARIDMAN KAMBANG (HARKA)

Tuan-tuan, puan-puan, adiak-uda-uni, apak-etek, mamak-ninik, ulama-alim, mas-mbak, akang-teteh di Kabupaten Pesisir Selatan. Selamat bersua kembali !

Sebentar lagi kita akan berhelat. Helat yang akan menguras energi, menguras emosi kita, menguras pikiran dan tentu menguras saku-saku. Bila perlu menguras damar di atas pagu/loteng. Pesta yang "menguras" banyak hal itu bernama Pemilihan Umum Bupati/Wakil Bupati Pesisir Selatan masa jabatan 2020-2025.

Tabuh "agung" "peperangan" sebetulnya sudah diguguh sekencang-kencangnya. Suara "guguhannya" jadi "galomat" dari Siguntur, ujung utara Pesisir Selatan sampai ke batas Silaut - Muko Muko. Suara tabuh terus menyelinap ke dalam Rimba Raya Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Suara tabuh juga dimainkan dan dilamun gelombang di tengah lautan bersama tukang pukat, tukang pancing, tukang bagan dan tukang payang.

Sebentar lagi akan "bersitajam - bersiruncing" untuk "menegakkan marwah" calon nan diusung. Menyalakan lampu sebesar-besarnya sehabis-habis minyak, sehabis derik. Menegakkan benang layang-layang meski angin tak terasa, meski "petus tunggal" menembak hantu dipucuk kelapa hijau.

Seluruh gunjing juga akan keluar mempengaruhi ibu-ibu yang sedang mencari kutu dikepala tetangga atau sedang menanam padi. Siapa awak-siapa tuan akan dibaca orang. Dan pada akhirnya perjuangan Pemilukada berakhir pada pernyataan sederhana yakni "bersimalang-simujur". Jika malang tentu kalah, jika mujur jagoan akan menjadi Kepala Daerah di Pesisir Selatan.

Dan setiap Pemilukada atau sebutan lain, isu yang selalu laris terjual adalah isu "Utara-Selatan". Utara Selatan tampaknya memang mangkus membakar semangat kewilayahan atau daerahisme. Sebetulnya tidak hanya sekarang, isu Utara - Selatan rupanya sudah dimainkan orang semenjak masa penjajahan Belanda.

Tuan-tuan, puan-puan, adiak-uda-uni, apak-etek, mamak-ninik, ulama-alim, pandai-cerdik, mas-mbak, akang-teteh yang berbudi!

Sekarang saya coba ulang cerita usang isu Utara- Selatan itu. Usang-usang diperbaharui kata orang kampung saya.

Dalam buku Pesisir Selatan Dalam Daswarsa 1995 – 2005 ditulis Yulizal Yunus dkk dikemukakan catatan penting sejarah Pesisir Selatan.  Masa penjajahan Belanda dan masa penjajahan Jepang sarat intrik. Semenjak awal Belanda masuk ke wilayah Pesisir Selatan, tahun 1616 menancapkan pengaruhnya di Inderapura dan mendirikan Kantor VOC tahun 1646 di sana. Begitu Belanda masuk langsung bersaing dagang dengan Aceh yang terlebih dahulu menancapkan pengaruhnya.

Aceh, menempatkan wakilnya di daerah ini tahun 1632 (Berakhir secara defacto tahun 1664). Tahun 1662 Belanda seperti mendapat angin paska Sandiwara Batang Kapas (dikukuhkan menjadi Perjanjian Painan tanggal 6 Juli1663) dan nekad mendirikan Loji dan sekaligus membangun pelabuhan emas (Sekarang masih ada bekas hanggar) di Pulau Cingkuk.

Fenomena ini memicu rakyat berperang di Pulau Cingkuk, disamping juga dipanasi dengan pergolakan beberapa derah diantaranya yang terkenal dengan Perang Bayang 7 Juni 1663 berlanjut dengan peristiwa pembakaran Loji VOC di Inderapura tanggal 6 Juni 1701. Pergolakan ini mulai reda setelah Perjanjian Bayang tahun 1711.

Dua tahun setelah Loji VOC berdiri di Pulau Cingkuk, belanda meresmikan wilayah administrasinya sekaligus tempat kedudukan residennya di pulau ini. Tempat kedudukan itu disebut dengan Residentieplaatsen. Pulau ini ketika itu dijadikan comptair. Dari pulau ini pengawasan dilakukan.

Selain persoalan residence, juga tersohor sejarah tentang afdeeling. Ketika Sumatera Barat diambil alih oleh Belanda 1819, penjajah ini mengatur administrasi. Tanggal 4 November 1823 dikeluarkan SK Gubernur Belanda tentang keresidenan. Wilayah keresidenan juga berubah.



Pertama berdiri Zuikdelijke Afdeeling Salido dan Inderapura (1825-1837), dengan wilayah yang cukup luas, yakni termasuk Padang dan Pariaman sekaligus Kepulauan Mentawai, resmi tanggal 20 Desember 1825. Kedua berdiri pula Afdeling Pesisir Selatan (1837-1942), dengan wilayah Painan sampai batas Bengkulu, Padang dan Pariaman termasuk Mentawai, selama 105 tahun. Berarti Padang berada dalam wilayah Afdeling Pesisir Selatan selama 105 tahun.

Tuan-tuan, puan-puan, adiak-uda-uni, apak-etek, mamak-ninik, ulama-alim, pandai-cerdik, mas-mbak, akang-teteh !

Selanjutnya Pesisir Selatan di zaman Jepang dan masa setelahnya. Pada masa Jepang (1942-1945) tetap dipertahankan pembagian wilayahnya seperti wilayah afdeeling, hanya yang berubah nama yakni Bun Shu Pesisir Selatan. Wilayah dibagi dua yakni Distrik Painan (Siguntur sampai Balai Selasa dan Distrik Sungai Penuh (Kerinci-Inderapura sampai batas Bengkulu) yang masing masing distrik tersebut dipimpin oleh seorang Bun Shu Con sama dengan demang/controleur.

Sejak masa ini dirasakan perbedaan Utara – Selatan di Pesisir Selatan. Sebenarnya Utara –Selatan adalah taktik adu domba Belanda yang berlanjut di zaman Jepang. Malah dimasa Jepang semakin terasa garam Utara – Selatannya dengan dibentuknya Distrik PainanBalai Selasa dan Distrik Sungai Penuh. Taktik adu domba disertai dengan analisis of power Belanda itu, memecah supaya terjadi disintegrasi dalam masyarakat Utara – Selatan. Tekniknya dengan menghembuskan “rasa hebat kampung sendiri”. Karenanya siapa yang termakan isu Utara – Selatan di Pesisir Selatan berarti terkontaminasi dengan isu Belanda dan Jepang masa lalu.



Maka hingga kini menurut hemat saya isu Utara – Selatan selalu menjadi isu populer saat akan diadakannya pemilihan. Termasuk pula isu ini juga merupakan bagian penting yang diusung untuk pemekaran wilayah. Isu Utara –Selatan juga pernah jadi batu sandungan untuk menetapkan hari jadi Pesisir Selatan, karena seolah olah ada kepentingan berbeda antara orang selatan dengan utara dalam menetapkan hari jadinya.

Dalam konteks Pemilukada, Utara - Selatan adalah soal kepentingan!  Utara - Selatan sama sekali tidak masuk dalam "Bab tentang apa yang telah diperbuat atau belum diperbuat", tapi tegak sendiri dalam satu "frame" bernama "kepentingan kewilayahan". Bahkan ada yang meyakini, bila "Tim" Pasangan Calon mampu menghalau "ikan" masuk ke dalam "lukah utara" atau "lukah selatan" ada harapan menang besar.

Demikian saja dari saya. Terlebih dan terkurang, mohon maaf! Jika ada tersinggung saat akan naik, terlenda saat akan turun, itu juga tidak saya sengaja. Salam demokrasi! Saya tulis di Sekretariat Konservasi Penyu Amping Parak Kecamatan Sutera-14 Januari 2020


Tentang Penulis:

-Tahun 2005-2017 Wartawan di Harian Umum Haluan Padang
-Tahun 2010-2012 Pimpinan Redaksi Tabloid Gelora Pesisir)
-Kini melanjutkan kebiasaan menulis di blog dengan nama haridman.blogspot.com dan mengelola akun youtube dengan nama Haridman Channel
-Tertarik pada isu lingkungan, isu sosial, budaya dan pemberdayaan masyarakat.
-Saat ini sebagai Chairman of Amping Parak Turtle Camp. Sebuah lembaga nirlaba yang bergerak untuk kegiatan penyelamatan penyu dan hewan yang dilindungi di laut.
-Narasumber di berbagai forum pada kegiatan pengurangan risiko bencana dan konservasi penyu baik lokal, nasional dan internasional.
-Petani sawit dengan harga tandan buah segar yang tidak berketentuan.

Comments

Popular posts from this blog

GOSONG NAMBI NAN EKSOTIK : SURGA BAWAH LAUT NAN TERSEMBUNYI

LTC SELAMATKAN 81 SARANG PENYU TAHUN 2019

ANGGARAN DASAR POKMASWAS LASKAR TURTLE CAMP