BULAT SEGITIGA PEMERINTAHAN KITA : CATATAN PSBB
Sebelumnya
saya sampaikan, mari melepaskan kepentingan politis dalam mencerna
upaya penanggulangan Covid-19. Yang ingin saya sampaikan dari Pinggir
Pantai Amping Parak adalah soal bulat segitiganya pemerintahan kita,
bahasan ini akan sensitive jika dilihat dengan kacamata politis, oleh
karena itu saya ajak melihatnya melepas jubah politik praktis.
Bulat, tapi segitiga. Saya tidak sedang mengemukakan rumus diagonal
ruang, tapi saya coba mencari kata sepadan dengan “bulek basandiang”
yang terjadi di pemerintahan kita. Ya, Pemerintahan Kabupaten Pesisir
Selatan. “Bulek basandiang” sangat akrab ditelinga kita yang maknanya
adalah kesepakatan yang sumbing. Bulek basandiang atau bulat segitiga
tidak akan pernah bisa menggelinding dengan mulus, malah makin
menggelinding makin banyak jejak yang merusak.
Pertama DPRD kita.
Kemarin tiba-tiba muncul penilaian dari Anggota DPRD Pessel bahwa
Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan lamban dalam menangani Covid-19.
Bagi saya “rakyat berderai” ini, penilaian itu perlu pula dinilai.
Secara kasat mata mungkin ini bagian dari fungsi pengawasan Anggota
DPRD. Tapi menurut saya, jika yang diawasi adalah ruang hampa maka
pengawasan itu juga akan hampa.
Saya melihat secara runtun,
sebelum mengawasi tentu ada fungsi lain yang telah dibuat, misalnya
Fungsi Penganggaran dengan produknya APBD. APBD yang dilaksanakan
Pemerintah Kabupaen Pesisir Saat ini dibuat akhir tahun lalu dan saya
berkeyakinan sedikitpun tidak ada membicarakan penganggaran penanganan
Covid-19, kecuali dana tanggap darurat atau dana kebencanaan yang wajib
masuk. Jadi tudingan Pemkab Pessel lamban menangani Covid – 19 absurb
dan kabur belaka. Lambannya Pemerintah juga akibat lambannya DPRD
Pessel.
Dan tentu kita berharap dengan waktu sesingkat –
singkatnya DPRD menggunakan hak inisiasinya untuk merevisi APBD atau
usaha lain yang sesuai aturan berlaku. Wakil rakyat kitapun tidak boleh
"icak-icak" rabun ayam dan "icak-icak" pekak badak jika penangan covid
-19 mengharuskan penggeseran dana pembangunan fisik. Jangan takut dana
pokok-pokok pikirannya / dana aspirasinya dialokasikan untuk penanganan
covid-19. Setelah soal anggaran beres, barulah DPRD patut mencak -
mencak ke Bupati/Wakil Bupati bila progessnya lamban.
Kedua
pemerintah kita. Jika DPRD tidak berkeinginan menggunakan hak inisiasi,
ya bermurah hati juga menyusun Rancangan APBD perubahan atau usaha lain
sesuai peraturan berlaku yang dapat melegalkan penggunaan dana lain
dimasa tanggap darurat ini. Yang terpenting menurut saya, Pemerintah
Kabupaten Pesisir Selatan harus rela mengurungkan rencana pembangunan
“mercusuar”nya untuk penyelamatan setengah juta lebih rakyat Pesisir
Selatan.
Mundur selangkah atau beberapa langkah akan lebih baik
dari pada memaksakan diri untuk proyek “mercusuar”. Tidak akan ada yang
dirugikan. Jika dilihat secara utuh menatap Pemerintah Kabupaten Pesisir
Selatan, maka Hendra Joni dan Rusma Yul Anwar adalah dwi tunggal dan
pemimpin Pesisir Selatan hingga masa jabatan keduanya habis, keduanya
bulat dan satu paket ketika dipilih rakyat. Secara hukum dan legal
formal hal itu tidak bisa dibantah.
Artinya keberhasilan
pembangunan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan selama tahun 2015-2020
keberhasilan kepemimpinan mereka berdua. Sekali lagi ditilik secara utuh
pemerintahan mereka adalah bulat tidak bersegi. Soal politis itu
persoalan mereka. Maka, ditengah beratnya tugas penanganan Covid – 19,
maka lekat tangan Pemerintahan Hendra Joni–Rusma Yul Anwar yang
diamanahi tugas 2015-2020 bulat tidak segitiga.
Terakhir, bila
DPRD kita gesit, Pemerintah Kita Pasti Bergerak Gesit. Kemudian Pilar ke
Empat Demokrasi kita perlu menyebarkan berita meski "itu pahit".
Haridman
(Rakyat Berderai di Pinggir Laut Amping Parak)
Maaf Lahir Bathin. Selamat Menjalankan Ibadah Puasa.
Comments
Post a Comment